Novel "Behind The Rain" Bab 2 Tetangga Paling Menyebalkan
Bab 2: Tetangga Paling Menyebalkan
Bab 2: Tetangga Paling Menyebalkan
Pagi itu, Hana bangun dengan perasaan setengah lega.
Setidaknya, malam ini ia berhasil tidur tanpa terganggu oleh dentuman bass dari
apartemen sebelah. Tapi, perasaan lega itu tidak bertahan lama.
Begitu keluar untuk membuang sampah ke lorong, ia
menemukan kejutan baru: sebuah tumpukan kardus bekas yang menutupi hampir
seluruh akses lorong. Tepat di depan pintu apartemen Raffa.
“Astaghfirullah.., dia ini nggak pernah belajar, ya?” Hana
menggerutu sambil mencoba melewati tumpukan itu dengan hati-hati. Tapi saat dia
melangkah, salah satu kardus justru jatuh dan hampir membuatnya tersandung.
Dengan kesal, Hana mengetuk pintu apartemen Raffa.
Ketukan pertama tak ada jawaban. Ketukan kedua, masih
sepi. Akhirnya, dia mengetuk lebih keras. Tidak sampai lima detik kemudian,
pintu terbuka. Raffa muncul dengan rambut acak-acakan, mengenakan kaos lusuh
dan celana pendek.
“Apa lagi sekarang, Mbak Hana?” tanya Raffa dengan
nada malas.
“Ini apa, Mas?” Hana menunjuk tumpukan kardus di
depannya.
“Oh, itu. Barang-barang pindahan. Kenapa?”
“Kenapa?” Hana mengulangi dengan nada tinggi. “Ini
bikin lorong kayak gudang. Gimana kalau ada orang yang lewat atau—”
“Aku kan baru pindah, wajar kalau ada barang-barang,”
potong Raffa santai.
“Tapi ini lorong umum, bukan tempat penyimpanan
barangmu!”
Raffa menggaruk kepala, tampak seperti orang yang
tidak peduli. “Oke, oke. Nanti aku rapikan. Santai aja, Mbak.”
“Santai? Kalau aku jatuh gara-gara ini, kamu tanggung
jawab?”
Raffa terkekeh kecil. “Kalau kamu jatuh, nanti aku
angkat. Tenang aja.”
Mendengar itu, Hana merasa darahnya mendidih. “Tolong
pindahkan sekarang!”
Raffa mendesah, lalu dengan enggan mulai mengangkat
kardus-kardus itu satu per satu. Sementara itu, Hana berdiri dengan tangan
terlipat di dada, memperhatikan dengan saksama seperti seorang supervisor yang
sedang memarahi karyawan.
“Sudah puas, Mbak Hana?” tanya Raffa setelah selesai,
dengan nada sedikit mengejek.
“Belum. Jangan bikin masalah lagi, ya.”
Raffa tertawa kecil. “Kalau aku nggak bikin masalah,
kayaknya kamu bakal kehilangan hiburan, deh.”
Hana hanya mendengus sebelum berbalik dan masuk ke
apartemennya. Ia benar-benar tidak habis pikir bagaimana ia bisa mendapatkan
tetangga seperti Raffa.
Hari-hari Penuh Kekacauan
Malam harinya, Hana baru saja selesai mandi ketika
suara musik keras dari apartemen sebelah kembali terdengar. Kali ini, bukan
musik EDM, melainkan lagu-lagu dangdut remix yang entah dari mana Raffa
mendapatkannya.
“Ya ampun! Kenapa setiap malam harus begini?”
gerutunya sambil menutup telinga dengan bantal.
Namun, saat dia hendak mengetuk dinding lagi, sebuah
ide muncul di kepalanya. Jika Raffa bisa mengganggunya, kenapa dia tidak
membalas?
Hana segera membuka laptopnya dan mencari video dengan
suara bayi menangis. Ia memutar video itu dengan volume penuh dan menempelkan
speaker laptopnya ke dinding.
Hanya dalam hitungan menit, musik dangdut itu
berhenti. Lalu, suara ketukan keras terdengar di pintu apartemennya.
Hana tersenyum penuh kemenangan sebelum membuka pintu.
Di sana, berdiri Raffa dengan ekspresi bingung.
“Kenapa ada suara bayi menangis?” tanya Raffa tanpa
basa-basi.
“Oh, itu. Aku cuma pengen hiburan aja,” jawab Hana
santai, menirukan gaya bicara Raffa sebelumnya.
Raffa mengerutkan kening. “Hiburan?”
“Iya. Kamu kan sering bilang, hidup ini harus santai.
Jadi, aku santai aja.”
Raffa mendengus pelan, lalu tiba-tiba tersenyum. “Kamu
sengaja, ya?”
Hana mengangkat bahu dengan wajah polos. “Aku nggak
tahu kamu ngomong apa.”
Raffa menatapnya sejenak, lalu tertawa kecil. “Oke,
Mbak Hana. Kalau itu caramu membalas, aku terima tantangan ini.”
Hana menutup pintu dengan cepat, merasa cemas. Apa
dia serius?
Tantangan Dimulai
Keesokan harinya, Hana menemukan sesuatu yang aneh di
depan pintunya. Sebuah balon besar berbentuk hati dengan tulisan: “Jangan
marah-marah terus, ya. Santai aja :)”
Ia memandang balon itu dengan bingung, lalu bergegas
ke apartemen Raffa. Pintu langsung terbuka sebelum Hana sempat mengetuk.
“Kamu sengaja taruh ini, ya?” tanya Hana sambil
mengangkat balon itu.
Raffa hanya tersenyum lebar. “Kamu kan butuh hiburan.
Aku bantu.”
“Apa maksudmu?”
“Maksudku, hidup ini lebih indah kalau ada sedikit
humor. Kamu terlalu serius, Mbak Hana.”
Komentar