Novel "Behind The Rain" Bab 1 Perkenalan Penuh Emosi
Sinopsis
Hana, dia seorang Wanita yang bekerja disebuah kantor pemasaran, kehidupnya mulai berubah ketika ia terlibat dalam serangkaian peristiwa konyol dengan Raffa, tetangga barunya yang sombong tetapi menawan. Dimulai dari berbagai perselisihan kecil di antara mereka yang perlahan berkembang menjadi romansa tak terduga, dengan berbagai momen kocak, menyentuh, dan penuh kejutan.Bab 1: Perkenalan Penuh Emosi
Hana melangkah keluar dari lift dengan ekspresi lelah.
Kantong belanja di tangannya hampir robek karena terlalu penuh, dan tubuhnya
terasa lemas setelah bekerja seharian di kantor. Di dalam pikirannya, ia hanya
terlintas satu hal: berbaring di sofa sambil menonton serial drama korea
favoritnya, ditemani segelas coklat hangat.
Namun, semua rencana yang melintas dipikirannya
langsung buyar begitu ia melihat pemandangan di depan parkiran apartemennya.
Sebuah mobil SUV hitam besar terparkir dengan posisi
menyerong, menutup hampir seluruh akses ke parkiran pribadinya. Hana
menghentikan langkah, menarik napas panjang, dan memejamkan mata sejenak.
“Tenang, Han Tenang. Jangan marah-marah dulu. Mungkin
ini cuma salah paham,” gumamnya pada diri sendiri.
Namun, rasa tenangnya langsung menguap begitu melihat
ada tanda “Penghuni Tetap” di kaca mobil itu. Dengan cepat, ia menghampiri
mobil tersebut dan mengetuk jendelanya. Tidak ada respons. Ia mengetuk lagi,
kali ini lebih keras. Tetap tidak ada jawaban.
“Astaghfirullah, siapa sih yang parkir sembarangan
gini?” gerutunya sambil melihat ke sekeliling. Area parkiran itu sunyi.
Saat hana masih berdiri dengan ekspresi sebal, suara
langkah kaki terdengar dari arah lorong. Seorang pria muncul dari pintu
apartemen sebelah, mengenakan hoodie abu-abu dan celana pendek, membawa kantong
plastik kecil berisi snack.
Pria itu terlihat santai, bahkan terlalu santai untuk
situasi ini. Wajahnya lumayan tampan, dengan rahang tegas dan alis tebal yang
menambah kesan percaya diri. Namun, bagi Hana, aura pria itu hanya mempertegas
bahwa dia adalah manusia yang menyebalkan.
“Eh, mobil ini punya kamu?” tanya Hana dengan nada
tegas, sambil menunjuk SUV hitam itu.
Pria itu berhenti sejenak, lalu mengangguk. “Iya,
kenapa?”
Hana ternganga. “Haaahh… Kenapa? Karena kamu parkir
sembarangan, itu kenapa! Aku bahkan nggak bisa masuk ke parkiranku sendiri. Ini
parkiran penghuni, tahu?”
Pria itu mengangkat alis, seolah tak terpengaruh
dengan nada tinggi Hana. “Oh, maaf. Aku cuma sebentar kok. Lagi nunggu
kiriman.”
“Sebentar atau lama, itu tetap nggak sopan!” Hana
mulai kehilangan kesabaran.
Pria itu menghela napas panjang, lalu dengan santai
berkata, “Baiklah, aku pindahkan. Tapi santai saja ya mba ya, nggak usah
marah-marah gitu. Hidup ini nggak perlu setegang itu ko.”
Kalimat itu sukses membuat darah Hana mendidih. Namun,
ia menahan diri untuk tidak membalas. Pria itu masuk ke mobilnya,
memundurkannya ke posisi yang benar, lalu keluar lagi. Sebelum kembali ke
apartemennya, dia sempat menoleh ke arah Hana.
“Selesai, ya Mbak. Sudahkan sekarang sudah tidak
terhalang lagi, sudah puaskan?” ujarnya sambil tersenyum tipis.
Hana mendengus. “Ini bukan soal puas atau nggak ya mas
ya. Ini soal sopan santun.”
Pria itu hanya mengangkat bahu sebelum masuk ke
apartemennya dan menutup pintu dengan santai. Hana berdiri terpaku di
tempatnya, dan masih merasa sangat kesal dengan pria arogan itu.
“Dasar manusia menyebalkan,” gumamnya sambil membawa
kantong belanja masuk ke apartemennya.
Apartemen Hana
Setelah meletakkan kantong belanja di dapur, Hana
menjatuhkan diri ke sofa. Ia mencoba melupakan kejadian tadi dan fokus pada
serial drama favoritnya. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.
Dari dinding sebelah, terdengar suara musik dengan
dentuman bass yang keras. Hana langsung menegakkan tubuhnya. Lagu EDM
mengguncang ruangan, membuat suasana yang tadinya tenang berubah menjadi
bising.
“aarrrggghhhh…. Dia muter musik kencang gitu
malam-malam?” Hana menutup kedua telinganya dengan bantal di sofa.
Dia mencoba menenangkan diri dengan menyumpal telinga
menggunakan earphone, tapi dentuman itu terlalu kuat untuk diabaikan. Akhirnya,
dia berdiri dan mengetuk dinding dengan keras.
“Hey! Bisa kecilin musiknya nggak?” teriak Hana.
Tidak ada respons. Musik itu tetap berdentum seperti
pesta tengah malam. Hana meraih ponselnya, mengetik pesan ke grup penghuni
apartemen.
Hana: “Tetangga di
unit 304 bisa nggak pelan-pelan sedikit? Ini sudah lewat jam 9 malam!”
Tak lama, sebuah pesan masuk.
Penghuni 304:
“Santai aja, Mbak. Aku lagi butuh hiburan. Kalau keberisikan, pakai earplug
aja.”
Hana hampir melempar ponselnya. Dia mendengus keras,
lalu menulis balasan:
Hana: “Pakailah sopan
santun, Mas. Ini bukan studio musik, ini apartemen!”
Namun, pesan itu tidak direspons lagi. Musik tetap
berdentum keras, membuat Hana merasa frustasi.
Keesokan Harinya
Keesokan pagi, Hana berjalan ke arah lift sambil
membawa laptop dan tas kerja. Di depan lift, dia bertemu pria dari unit 304 itu
lagi. Kali ini, pria itu terlihat lebih rapi dengan kemeja putih dan celana
bahan hitam.
“Pagi,” sapa pria itu dengan senyuman yang menurut Hana
lebih seperti ejekan.
Hana hanya mendengus, tidak ingin memulai percakapan.
Lift terbuka, dan mereka berdua masuk. Dalam
keheningan yang canggung, pria itu tiba-tiba berkata, “Oh ya, soal tadi malam,
maaf ya kalau terlalu berisik. Aku nggak sadar sudah larut malam.”
Hana menoleh dengan ekspresi skeptis. “Benarkah? Kamu
kayaknya sadar banget, deh.”
Pria itu terkekeh. “Aku Raffa, by the way. Tetangga
barumu.”
Hana hanya mengangguk dingin. “Hana.”
Raffa mengangguk dengan senyum lebar. “Nice to meet
you, Mbak Hana yang suka tegang.”
Hana memutar mata, memilih diam sampai lift tiba di
lantai dasar. Dalam hati, dia berharap tidak perlu berurusan lagi dengan pria
menyebalkan itu. Tapi, entah kenapa, firasatnya berkata bahwa hidupnya baru
saja menjadi sedikit lebih rumit.
Komentar