CERPEN FIKSI CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS JILID 1

CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS JILID I

CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS


 “Plakk”, aaww…..”

“Astaghfirullah…”

Tiba-tiba saja ada sesuatu mengenai kepala bagian belakang alif, alif kaget dan membalikkan badannya.

“ahhh Mainan kertas, dari mana datangnya??”

Alif bertanya pada dirinya sendiri, karena memang pada saat itu tidak ada siapapun didekatnya kecuali beberapa anak yang sedang berlarian, itupun jaraknya sangat jauh darinya.

“mmmm…. Apa mungkin mainan ini terbang sendiri ya?”, aaahhh ko aku jadi merinding”, “Tapi aku rasa ga mungkin, ini kan Cuma mainan kertas dan pasti ada orang yang menerbangkannya”. Alif meyakinkan dirinya.

Sebuah mainan kertas menyerupai pesawat, Alif mengambil mainan itu dan memperhatikannya dengan seksama. Ia tersenyum dan teringat akan masa lalunya, dulu ketika ia masih duduk dibangku SMA ia pernah membuat mainan yang serupa. ia menyobek selembar kertas kosong dari  buku dan membuat sebuah pesawat kertas yang sama seperti yang ada ditangannya saat ini. Entah mengapa mainan itu seakan-akan membawa alif kembali ke masa remajanya, alif mulai tersenyum sendiri, sambil menggelengkan kepala ia mengingat saat itu adalah saat-saat yang sangat menyakitkan dalam kehidupnuya. Bukan karena sulitnya pelajaran disekolah atau sulitnya perekonomian keluarga, semua itu sudah biasa bagi alif. Kesulitan pelajaran mungkin masih bisa ia atasi dengan rajin dan giat belajar, maka semua bukanlah masalah besar. begitu juga kesulitan ekonomi itupun menjadi hal biasa karena alif memang terlahir dari keluarga sederhana. Orang tua alif hanyalah seorang buruh pabrik, dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Itulah sebabnya alif memiliki cita-cita yang sangat besar dengan harapan ketika dewasa kelak ia bisa merubah nasib keluarganya menjadi jauh lebih baik.

Alif tidak akan pernah lupa hal yang sangat menyakitkan dalam kehidupannya adalah karena ia terinfeksi masalah hati. Masalah yang sebenarnya biasa bagi sebagian orang akan tetapi luar biasa bagi alif karena ini pertama kali alif merasakan hal tersebut, rasa yang menurutnya sangat aneh, seperti virus yang tak nampak oleh mata tapi memporak porandakan jiwa. Ya, saat itu alif diserang rasa, rasa yang hanya bisa ia simpan sendiri tanpa keberanian untuk bercerita kepada siapapun. Karena ia sendiri bingung dengan perasaannya, kenapa tiba-tiba saja ia merasakan hal yang aneh didalam hatinya, seperti ada sesuatu, sesuatu yang tidak bisa ia gambarkan tetapi bisa ia rasakan, bahkan rasanya sangat kuat dan mengambil alih kesadaraannya dari dalam. Alif sadar bahwa saat itu ia sedang dilanda cinta. Cintalah yang membuat hidupnya tampak menderita. Cinta  yang datangnya seketika tanpa ia pahami apa penyebabnya. Cinta yang katanya indah tapi nyatanya sangat menyiksa. Cinta yang katanya membuat terbuai tapi justru membuat dilema. Cinta yang hanya bisa ia pendam, tanpa berusaha untuk mengungkapkannya. Itulah sebabnya cinta yang pada dasarnya karunia Tuhan dan sejatinya menghadirkan kebahagian, tapi justru menjadi luka bagi Alif karena rasa yang tersimpan tidak tersampaikan kepada yang diterasa. Cinta Alif hanya sebatas rasa, walaupun dorongan hati yang sangat kuat untuk menyatakannya, tapi ia tak memiliki sedikitpun keberanian, hingga akhirnya ia putuskan untuk menyimpannya saja sendiri.

Alif masih ingat kapan cinta pada pandangan pertama itu bermula, tepatnya saat mengikuti kegiatan Rohis disekolah. Pandangannya jatuh pada seorang gadis cantik yang duduk tiga meter tepat dihadapannya. Entah mengapa ada rasa berbeda saat ia melihat gadis itu. Ada rasa ketertarikan yang ia sendiri bingung dari mana asalnya. bahkan Alif sangat yakin ada paras cantik dibalik cadar yang menutupi gadis itu. Ia bisa melihat dari sorot matanya yang terpancar. Entah berapa menit alif memperhatikan gadis itu, hingga akhirnya Ia kaget seketika, gadis itu mulai melihat kearahnya dan menganggukkan kepala pertanda ia menyapa alif. Alif sangat malu.

“Astaghfirullah”. Ia pun langsung menundukkan kepalanya dan berusaha focus menyimak materi rohis.

Sejak kejadian itu, entah mengapa Alif  mulai merasakan rindu. Sepertinya ia kecanduan ingin bertemu dengan gadis itu. Gadis bercadar yang belakangan ia tahu bernama“Ayunda”. Ayunda adalah Satu satunya gadis bercadar disekolah Alif dan ternyata ayunda adalah adik kelas alif. Ayunda merupakan siswa pindahan dari pesantren Tahfiz Qur’an di bandung, pantas saja alif belum pernah bertemu sebelumnya. Tanpa disadari ternyata alif mulai mencari-cari tahu tentang Ayunda. Sebagian teman alif pun heran, karena Alif yang biasanya cuek dan terkesan tidak ingin tahu. Sekarang menjadi banyak bertanya khusunya tentang gadis bercadar itu. Sampai-sampai teman dekatnya “Susno” terheran-heran

“kamu ini kenapa toh lif, dari kemarin ngorek-ngorek si murid baru itu terus”.

“Kamu suka yo sama dia”

“wussss.. jangan sembarangan ngomong, no,” Aku Cuma mau tau aja”.

Alif berusaha menjelaskan dengan ekspresi agak canggung.

Alif sendiri  sebenarnya adalah remaja yang tergolong tampan, dengan tinggi di atas rata-rata anak SMA, ditambah dengan hobinya bermain basket, sebenarnya tidak sedikit gadis yang suka padanya. Tapi itulah alif, ia berbeda dengan remaja seusianya yang lain, yang mudah mengumbar cinta demi mendapat kepuasaan semata. Menurut Alif wanita itu harusnya dimuliakan dan dijaga kehormatannya, dengan cara yang baik dan bukan dengan berpacaran. Walaupun Alif terlahir dari keluarga yang sederhana, namun orang tuanya memiliki hati yang kaya, mereka selalu menanamkan nilai-nilai agama sebagai pondasi kehidupan bagi Alif. Pondasi itulah yang membentuk karakter alif menjadi remaja yang sangat baik, sopan, ramah, murah senyum dan sangat menghormati orang yang lebih tua. Alif sangat disukai oleh guru-guru disekolahnya bahkan disegani oleh teman-temannya. Maka sudah menjadi hal yang lumrah jika banyak teman wanita yang suka pada alif.

Namun kali ini berbeda, Ayunda berhasil menyusup kedalam hati alif.  Ia mulai mengacak-acak hatinya, ia mulai bersemayam tanpa permisi. Alif jatuh cinta pada pandangan pertama, dan bahkan ia sendiri bingung dengan perasaannya. Semakin lama semakin membuatnya kacau. Perasaan ingin bertemu menggebu-gebu. Perasaan ingin bercerita meluap-luap. Sifat alif perlahan mulai berubah, seketika jiwa humornya redup, ia nampak murung, senyumnya tertutup, bicaranya tidak banyak, raut mukanya terlihat kusut. Yang ia rasakan hanyalah kegalauan, hatinya resah jiwanya gundah pikirannya hanya tertaut satu nama “Ayunda”. Setiap detik, menit, jam, yang ia pikirkan hanya bagaimana cara mendekati ayunda.

Hingga Akhirnya kegiatan rohis menjadi salah satu obat pelipur lara baginya karena hanya saat kegiatan tersebutlah ia bisa melihat ayunda gadis pujaan hatinya. Terkadang disela-sela pengajian yang sedang berlangsung alif sering mencuri-curi pandang memperhatikan ayunda, dan tak jarang pula ayunda menangkap tatapan mata alif. tak ayal kejadian itu membuat mereka menjadi salah tingkah. Alif merasa malu karena ketahuan memperhatikan ayunda secara diam-diam, begitu juga dengan ayunda merasa malu karena ternyata ada laki-laki yang memperhatikannya secara diam-diam. Kejadian saling menatap itu membuat tubuh alif gemetar dan terasa lemas. Perasaan alif terhadap ayunda sudah tidak terbendung lagi. Tapi ia tidak mampu berbuat apa-apa karena ia yakin ayunda adalah gadis terhormat dan pasti akan menolak jika ia ajak berkenalan. Begitu juga dengan dirinya sekuat apapun dorongan dari dalam dirinya untuk mendekati tapi keberaniannya hilang seiring tatapan ayunda yang mendarat dimatanya.

Ayunda memang gadis yang baik, waluapun tergolong sebagai siswi baru disekolahnya ia sudah memiliki banyak teman. Prilakunya tidak jauh berbeda dengan alif selain pintar ia juga mudah bergaul, tidak sombong dan memiliki jiwa sosial yang tinggi, ia tak segan-segan membantu temannya yang sedang kesulitan walaupun ia belum mengenalnya, itulah sebabnya Ayunda memiliki banyak teman walaupun masih tergolong siswi baru disekolah Alif. selain itu ternyata Ayah ayunda adalah seorang tenaga  pengajar disekolah Alif, ayahnya merupakan seorang guru agama, sedangkan ibunya seorang guru madrasah. Hal ini jugalah yang membuat alif merasa berat untuk  menyatakan perasaannya, ia tidak mampu menerima kenyataan. Dan sangat yakin bahwa perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Yang ia bisa, hanya berusaha sekuat tenaga melawan dan meredam perasaan cintanya yang begitu mendalam. Namun begitu perasaan ini jualah yang membuat allif semakin hari semakain terlihat sholeh. Ia teringat kata-kata ustadz saat rohis.

“ketika kita berusaha menjaga pikiran hanya kepada Allah SWT dan apa-apa yang diperintahkan-Nya, maka sosok seorang yang kita pikirkan akan hilang seiring waktu, maka tingkatkan ketakwaan kepada-Nya maka segala urusan akan dipermudah”. Begtu kata sang Ustadz.

Kata-kata itu terngiang-ngiang di ingatannya dan seakan-akan menjadi cambuk baginya. Sejak saat itu Ia semakin rajin beribadah, shalatnya selalu berjamaah, tahajud tidak pernah dilupakan. Ia selalu bangun disepertiga malam memohon sepenuh hati tentang apa yang ia rasakan, bahkan tak jarang nama ayunda ia sebut dalam lantunan do’anya. Iya juga sangat yakin bahwa pria baik untuk wanita baik pula, dan begitu sebaliknya. Alif semakin menguatkan diri

“bismillah salah satu ikhtiar ku agar berjodoh dengannya adalah tetap menjadi baik, baik bukan hanya dihadapan manusia tapi juga di hadapan sang maha Pencipta”.

Tak terasa hampir satu semester Alif memendam perasaannya hingga akhirnya tiba hari kelulusan baginya. Ya, hari itu adalah hari kelulusan Alif dari bangku SMA. Perasaannya terhadap Ayunda masih tetap sama tapi ia berusaha mengingkarinya sekuat tenaga. Jika dihitung sudah lebih dari satu tahun alif menyimpan perasaannya, namun rasanya tidak berubah. Walaupun ia tak bisa mendekati didunia nyata tapi Ayunda selalu hadir menghiasi tidurnya, berkali-kali ia datang kedalam mimpi Alif. Bahkan alif pernah bermimpi, ia duduk dihadapan orang tua ayunda dengan disaksikan banyak pasang mata ia mengucapkan ijab qabul pertanda saat itu ia sudah menghalalkan ayunda. Tapi itu hanya didalam mimpi, pada kenyatanya perasaan alif bagai disayat-sayat sembilu saat mengingat namanya. Perasaannya memang semakin dalam apalagi ketika tak sengaja berpapasan dengannya. Jantungnya berdetak kencang, dan ingin sekali menyapanya. Tapi lagi lagi ia hanya bisa menundukkan kepala sambil menghela nafas panjang.

Akhirnya ingatan alif sampai pada saat terakhir ia berada disekolah. Sangat berat rasanya bagi alif untuk meninggalkan sekolah. Tapi saat itu ia telah lulus dan bersiap untuk melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi. Dengan perasaan gundah dan sulit menerima kenyataan tiba-tiba saja Alif menyobek secarik kertas dari buku tulisnya, tadinya ia bermaksud menulis surat untuk ayunda. Lewat selembar kertas itu Alif ingin menitipkan torehan perasaan yang selama ini ia pendam dan semakin lama terasa semakin dalam pertanda bahwa alif sungguh menyayangi ayunda tanpa sebab yang jelas, rasa yang datangnya tiba-tiba sulit disampaikan dengan kata-kata dan memendamnya hanya menimbulkan luka. Disela-sela rasa cintanya yang begitu menggila alif masih menyadari bahwa ia tidak mau merusak kehormatan pujaan hatinya dengan cara mengungkapkan perasaannya secara langsung. Karena pasti akan menimbulkan syahwat dan fitnah. Alif faham benar dengan batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan yang belum muhrim, akan tetapi alif juga tak mampu menyimpan perasaannya sendirian, ia butuh kepastian tentang perasaan ayunda kepadanya.

Ujung penapun sudah siap untuk menari-nari diatas kertas, akan tetapi saat ia ingin memulai menulis entah mengapa tangannya terasa kaku ia tak mampu menulis apa-apa, hatinya menangis, dan ia menyerah pada teori takdir bahwa “jodoh, rejeki, dan maut sudah Allah SWT atur” hingga akhirnya ia urungkan niatnya dan melipat-lipat secarik kertas itu menjadi sebuah pesawat. Ya, pesawat kertas yang ia tuliskan sebait kata “jika engkau jodohku, aku yakin Allah akan menyatukan kita, jika tidak didunia semoga kita berjodoh di akhirat” di bawah tulisannya, alif memberi tanda love dengan nama Ayunda ditengahnya sebuah tanda bahwa perasaan cintanya begitu besar terhadap ayunda. Akan tetapi ia tak mampu menyatakannya, namun ia berharap jika sebait kata di atas pesawat kertas menjadi do’a yang kelak aka nada jawabannya. Sebelum meninggalkan sekolah alif menerbangkan pesawat kertas itu dengan harapan yang teramat sangat, pesawat kertas terus terbang mengikuti arah angin. Dengan hati yang lara, perasaan cinta yang terpenjara alif ikhlas meninggalkan tambatan hatinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL PENGAJUAN DANA SEKOLAH SEPAK BOLA SSB

CONTOH AD/ART SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) GMK Junior