CERPEN FIKSI CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS JILID II
CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS
JILID II
CINTA DIATAS PESAWAT KERTAS |
Tak
terasa sudah hampir setengah jam alif duduk dan termenung sambil memegang
pesawat kertas yang telah mengenai kepalanya tadi. Hari sudah mulai gelap, alif
merasakan tubuhnya sangat lelah setelah seharian bekerja duduk manis sambil
menatap layar monitor PC kantornya. Setelah menyelesaikan kuliahnya Alif yang
memang dikenal pintar, dan aktif dikampus mendapat penawaran kerja dari
berbagai perusahaan, namun ia memilih sebuah perusahaan yang bergerak dibidang social
entrepreneurship. Menurutnya dengan bekerja disebuah perusahaan sosial maka
bukan hanya keberkahan di Dunia yang ia dapat akan tapi juga keberkahan di
akhirat kelak. Alif tidak asal dalam menentukan pilihan, karena ia sudah
terbiasa melakukan istikharah setiap mengambil keputusan. Dalam hal apapun, ia
selalu berusaha melibatkan Allah SWT dalam setiap tindakannya dan urusannya.
Itu jualah yang membuat alif selalu berkata sopan, jujur dan menghargai orang
lain tanpa terkecuali. Sifatnya itu membuat Alif dikagumi banyak orang, bahkan
tidak sedikit tawaran dari orang tua untuk menjadikannya menantu idaman. Tapi
Alif selalu menjawabnya dengan senyuman, saat ini memang alif belum siap untuk membangun
mahligai rumah tangga. Hatinya belum menemukan perasaan yang sama seperti yang
ia rasakan seperti lima tahun lalu.
Sambil
meregangkan ototnya alif mulai bangun dari tempat duduknya. Ia mematahkan
lehernya kekiri dan kekanan. Sebelum mulai berjalan pandangannya kembali ke pesawat
kertas yang sedari tadi berada digenggamannya, ternyata perasaan itu masih
sama, sudah sekian lama alif berusaha menghapus nama Ayunda dari hatinya,
tetapi pesawat kertas itu merusaknya. Ia kembali mengingat cinta pertamanya
sehingga perasaan cinta yang dulu pernah tertanam perlahan mulai bersemi
kembali. “Astaghfirullah, kenapa perasaan ini tidak mau pergi, sudah lima tahun
aku mencoba menghilangkannya, tapi tetap saja masih tersisa, dan bahkan
rindunya semakin besar”. Alif bergumam
sendirian sambil menghela nafasnya. Hatinya mulai merasakan rindu, ada
keinginan yang teramat sangat untuk berjumpa, bertatap mata dan melihat
senyumnya. Ya, memang sudah hampir lima tahun semenjak lulus dari SMA, alif
sudah tidak lagi melihat sosok ayunda, alif yang memang sejak pertama bertemu
dengan ayunda belum pernah sedikitpun melihat wajahnya dan hanya bertegur sapa
dengan bahasa isyarat. akan tetapi, sorotan mata Ayunda yang tajam, itu saja
sudah cukup membuat alif terkesima dan dimabuk kepayang pada pandangan pertama,
yang akhirnya menyisakan rasa yang sulit ia ubah sampai saat ini. Hari semakin
sore dan alif pun bergegas pulang dengan mengendarai sepeda motornya.
Beda hal
dengan Alif, Semenjak lulus sekolah Ayunda
yang memang terkenal pintar mendapatkan kesempatan untuk bersekolah keluar
negeri. Ia mendapat bea siswa untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah perguruan
tinggi di luar negeri. Sebenarnya orang tua Ayunda agak keberatan dan lebih
mengharapkan ia untuk melanjutkan sekolah didalam negeri saja, semua bukan
tanpa alasan, semua itu agar mereka bisa lebih memperhatikan dan menjaga
Anaknya, apalagi dia seorang perempuan dan merupakan anak semata wayang. Tapi
itulah Ayunda, gadis cantik, pintar dan selalu bersemangat. Yang pada akhirnya
ia mampu meyakinkan kedua orang tuanya dan restupun ia dapat untuk bisa
menuntut ilmu di luar negeri. Dan benar saja selama berkuliah disana ia mampu membuktikan dengan banyaknya prestasi
yang ia dapatkan dan bukan hanya itu sudah hampir empat tahun ayunda hidup sendiri
disana, dan hanya bisa berkomunikasi lewat handphone, tetapi ia mampu menjawab
kekhawatiran kedua orang tuanya, ayunda tidak berubah sedikitpun. rasa sayang
dan sopan santunya kepada orang tua dan keluarga semakin bertambah. Ia juga menjaga
kepercayaan kedua orang tuanya dengan baik yaitu dengan menjaga kehormatannya
ia tetap sebagai Ayunda si gadis bercadar.
Ayunda
memang gadis yang memiliki kecantikan yang luar biasa, bukan karena parasnya
akan tetapi karena hatinya. Kecantikannya terpancar dari akhlaknya sebagai seorang
wanita sholeha. Walaupun belum ada yang melihat wajahnya tanpa menggunakan
niqob kecuali teman sekamarnya., tapi banyak sekali laki-laki yang tergoda
olehnya. Godaan demi godaan laki-laki baik secara langsung atau lewat sepucuk
surat, berdatangan silih berganti. Tapi ayunda memiliki komitmen yang kuat “ bahwa
kedatangannya kesana adalah untuk belajar, belajar untuk menggapai masa depan
yang ia impikan”. Sehingga sebesar dan sekuat apapun godaan laki-laki
seakan-akan tidak mampu menembus dinding hatinya. Namun begitu, ia selalu
berhati-hati untuk tidak menyakiti siapapun yang berusaha mendekatinya.
Ayunda
memiliki mimpi yang sangat besar, ia ingin menjadi seorang dosen dan penulis
buku. Menurutnya dengan menulis ia dapat
membagikan pengalaman hidupnya dengan harapan dapat memberikan memotivasi untuk
banyak orang, keinginan itulah yang akhirnya menjadi motivasi tersendiri
didalam kehidupannya, seakan akan ia tulis mimpi-mimpinya itu diselembar kertas
dan ia tancapkan dikepalanya. Saat ini ayunda berada disemester akhir, dan
sedang bersiap untuk menyusun tugas akhir sebagai syarat bahwa ia telah menyelesaikan
pendidikannya.
Di negeri
jiran ayunda tidak sendirian ia bertemu dengan seorang teman dari Indonesia
namanya “Fatimah”. Mereka sangat akrab
dan tidak terpisahkan semenjak berkenalan. Ayunda adalah sosok yang mudah
bergaul sehingga ia juga banyak memiliki teman, tapi Fatimah adalah teman yang
paling dekat, mereka seperti saudara sendiri. Mereka tinggal dalam satu kamar,
mereka sering berbagi cerita tentang semasa sekolah dulu. Walaupun mereka
berasal daerah yang berbeda tapi mereka seperti adik dan kakak. Ayunda memiliki
sifat menjaga sedangkan Fatimah sangat manja. Ayunda seperti kakak bagi Fatimah
apapun yang terjadi pada dirinya pasti ia certikakan kepada ayunda.
“Yu, ada
titipan nih dari ka faiz”.
Fatimah
memberikan sebuah amplop putih, yang mereka sendiri tidak tahu apa isinya.
“ini apa
fat?”
“aku gak
tahu, tadi pas aku jalan tiba-tiba saja ka faiz memanggil ku, dan ia memberikan
amplop itu kepadaku”, dia bilang titip untuk kamu”. coba saja kamu buka??
“apa ya?
Tanya ayunda sambil menyobek amplop itu.
Ternyata
isinya adalah sepucuk surat, surat dengan goresan tinta emas dan berisi
beberapa kalimat tentang perasaan faiz ke ayunda.
“ciieee…
ciiiiee… lagi-lagi dapet surat cinta ya? Mmm… kapan ya aku bisa dapet surat
cinta kaya kamu yu?”. Pengen deeeh rasanya. Fatimah menggoda ayunda.
“kamu mau
fat, ya sudah, ini buat kamu saja”. Jawab ayunda
“eeehh
yu… ini kan buat kamu ko dikasih aku siih”.
“aku
bacain ya?”.
“terserah
kamu aja fat”. Jawab ayunda sambil menyusun tulisannya dilaptop, seakan-akan
tidak peduli dengan isi surat itu. Dan fatimahpun mulai membacakan isi suratnya
“dear de
Lubna Ayunda Putri, maaf aku lancang menulis surat ini, karena aku bingung, sejak
pertama kita berkenalan, entah mengapa seperti ada yang salah didalam hatiku.
Aku merasa ada ruang kosong didalam hatiku, aku merasakan kehampaan yang luar
biasa. Hatiku tidak pernah tenang terus memikirkanmu. Sepertinya aku jatuh
cinta,ya, aku jatuh cinta saat kamu menyebutkan namamu pertama kali. Keramahan
sikapmu, kelembutanmu saat bertutur kata seakan-akan menyihirku, hatiku
berdesir, jantungku berdetak kencang. Dan hidupku mulai tak tenang. Itulah
sebabnya aku coba memberanikan diri untuk menulis surat ini. De ayunda selepas
aku menyelesaikan kuliah aku berjanji, insyaAllah aku akan kerumah mu dan
menemui kedua orang tua mu.” Faiz Hafifurahman
Mendengar
isi surat itu ayunda kaget, dan mengambil surat tersebut dari tangan Fatimah.
“Astghfirullah..
Aku harus bagaimana ini fat?. “aku belum ada niat untuk menikah, aku masih
punya cita-cita yang harus aku gapai, dan aku sudah berjanji pada diriku
sendiri aku ingin menggapai cita-cita ku terlebih dahulu sebelum akhirnya aku
menjadi seorang istri, kamu tahu itu kan fat”. Aku juga masih ingin melanjutkan
sekolah hingga S2. Ayunda merasa takut dan kebingungan bagaimana jika ternyata
Faiz benar-benar kerumahnya dan menemui keluarganya selepas lulus kuliah nanti.
“kamu ini
lucu si yu, ka faiz itu kan ganteng, baik, dan kelihatannya sholeh, aku saja
mau jika ia ajak duduk di pelaminan. Heee… “.
”aku
serius fat” jawab ayunda dengan agak kesal.
“hee…
maaf yu… lagi pula jika iya benar-benar membuktikan omongannya dia pasti akan
mendukung segala niatmu yu”. Fatimah mencoba untuk menenangkan.
“pokoknya
aku belum siap menikah fat”.
Dan Akhirnya
ayundapun bercerita jika sewaktu masih sekolah ia pernah jatuh hati kepada kaka kelasnya. Tapi
ia pendam dengan sendirinya. Lelaki yang dia sendiri tidak tau siapa namanya
namun hatinya selalu menilai ia adalah lelaki yang baik. Yang membuatnya jatuh
hati adalah ia selalu menjaga pandangan saat bertemu wanita dan pernah suatu
ketika ia mendengar lelaki itu dengan faseh dan merdu melantunkan ayat suci
Al-qur’an. Sejak saat itu entah mengapa Ayunda selalu merasa sesak, seperti ada
yang salah didalam hatinya. Dia juga lah yang membuat ayunda memutuskan untuk
kuliah keluar negeri. Karena menurutnya berada disana hanyalah menimbulkan
luka. Sosoknya terus membayangi, dan tak jarang membuatnya suka menangis
sendirian.
“memendam
perasaan itu tidak enak fat,” dan sampai saat ini aku masih berharap jika aku
menikah nanti laki-laki itulah orangnya bukan yang lain”. Ayunda bercerita
dipelukan Fatimah.
“wah wah
wah … kamu bener-bener lucu ya yu.. jatuh cinta pada laki-laki yang kamu
sendiri tidak tau namanya”, bagaimana bisa menjadi calon suami yu…
“perasaanmu
boleh saja jatuh ke lelaki itu yu, tapi jodohkan Gusti Allah yang mengatur”.
“iya fat
kamu benar, tp yang pasti aku belum siap untuk menikah, semoga kata-kata ka
Faiz disurat itu tidak benar.
Malam semakin
larut sepucuk surat dari faiz dibiarkan tergeletak diatas tempat tidur ayunda, Fatimah
tidur dengan lelap, beda hal dengan Ayunda ia Nampak gelisah dan tidak bisa
tidur, ia masih memikirkan bagaimana jika faiz benar-benar datang kerumahnya
nanti, dan bagaimana jika kedua orang tua Ayunda menerima lamaran tersebut.
Ayunda gelisah hingga akhirnya ia putuskan untuk mengambil wudhu dan sholat dua
rakaat. Ia memohon ketenangan kepada yang maha memberi ketenangan. Tanpa sadar
Ayunda pun akhirnya tertidur di hamparan sajadah.
Keesokan hari
nya ayunda berpapasan dengan faiz akan tetapi ayunda hanya menunduk dan
sedikitpun tidak menatap matanya. Sementara faiz yang sudah siap melempar
senyum mendadak melipat mukanya. Hatinya terasa sesak dan menyimpulkan bahwa
Ayunda sama sekali tidak menghiraukannya. Disaat itu juga Fatimah melewatinya.
“fat,.”
“oh iya
ka, kenapa ka?” Fatimah menoleh menjawab sapaan faiz
“titipan
ku sudah kamu sampaikan ke Ayunda?”
“ohh..
sudah ka semalam”
“sudah
dibaca belum fat?”
“sepertinya
sudah ka, emmm… tapi Fatimah ga tau juga si ka, soalnya Fatimah langsung tidur
semalam.” Fatimah berpura pura tidak tahu karena takut akan semakin panjang
pertanyaannya.
“oohh ya
sudah terimakasih ya fat..”
“iya ka sama-sama”
Fatimahpun langsung bergegas pergi.
Hati Faiz
semakin terkoyak, mulai menarik nafas “kenapa ayunda tidak merespon surat
dariku, apa dia tidak suka padaku”. Hatinya merasa sakit karena fikirannya
sendiri yang menyimpulkan bahwa perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan.
Saat ini
faiz berada disemester akhir sama seperti ayunda dan skripsinya sebentar lagi
akan selesai. Menjadi mahasiswa dinegeri orang itu bukan hal yang mudah tapi
karena kemampuan finansial yang mendukung ditambah tuntutan kedua orang tua karena
ia adalah pewaris tunggal perusahaannya membuat Faiz harus belajar
sungguh-sungguh agar kedua orang tuanya tidak kecewa. Ia tinggal di apartemen
yang mewah berbeda dengan Ayunda dan Fatimah yang hanya tinggal di asrama.
Faiz adalah anak seorang pengusaha besar, ayahnya memiliki perusahaan yang bergerak di bidang Sosial enterprenuership. Perusahaan yang menjadi tempat Alif bekerja saat ini. Dan ia juga termasuk pemuda yang cerdas dan berprestasi. Tidak sedikit wanita yang menyukainya, tapi entah mengapa Ayunda yang ia pilih padahal selama berkenalan dengannya, Faiz belum pernah melihat wajahnya, ia sangat yakin Ayunda adalah wanita idaman sesuai kriteria yang ia harapkan. Faiz tampak sangat stress ia masih bertanya-tanya prihal surat yang ia sampaikan mealui Fatimah. Karena dorongan perasaan yang begitu besar ditambah bayang-bayang takut jika tidak dapat memiliki Ayunda. membuat Ia semakin yakin dengan keputusannya untuk melamar Ayunda setelah kuliahnya selesai nanti. Suka atau tidak suka Faiz tetap berencana untuk meminangnya setelah pulang ke Indonesia. Dan ia merasa yakin bahwa kedua orang tua Ayunda pasti akan menerimanya apalagi kedua orang tuanya merupakan keluarga terpandang sebagai pengusaha yang sukses.
Komentar