Kamis, Juli 17, 2025

Novel: "Behind The Rain" Bab 4: Bukan Salah Siapa-siapa (Tapi Tetap Menyebalkan)


Bab 4: Bukan Salah Siapa-siapa (Tapi Tetap Menyebalkan)

Behind The Rain

Hari itu, apartemen Hana mendadak terasa seperti zona perang. Bukan karena ada musik keras dari unit sebelah, tapi karena air yang menggenang di dapurnya. Pipa wastafel yang biasanya bekerja tanpa masalah kini bocor parah, menyebabkan air meluber ke lantai.

“Ya ampun, kenapa harus sekarang?” gerutu Hana sambil mencoba menyumpal kebocoran itu dengan handuk. Tapi sia-sia, air tetap mengalir deras.

Tanpa pilihan lain, Hana memutuskan untuk memanggil teknisi apartemen. Setelah beberapa panggilan, akhirnya seorang petugas datang. Namun, begitu melihat kondisi pipa yang bocor, petugas itu langsung menggelengkan kepala.

“Ini butuh penggantian total, Mbak. Tapi stok pipa baru kosong. Mungkin baru bisa diperbaiki besok.”

“Besok? Tapi aku butuh wastafel ini sekarang!”

Petugas hanya tersenyum meminta maaf sebelum pergi. Hana duduk di lantai dapur dengan putus asa, menatap genangan air yang semakin meluas.

Saat itulah suara ketukan terdengar di pintunya. Dengan malas, Hana bangkit dan membuka pintu. Dan, seperti sudah diduga, Raffa berdiri di sana dengan senyum sok santainya.

“Aku dengar ada masalah pipa bocor?” tanya Raffa sambil melirik ke dalam apartemen Hana.

“Dari mana kamu tahu?”

“Petugas tadi lewat depan pintuku. Dia cerita sedikit. Jadi, apa kamu butuh bantuan?”

Hana menatapnya penuh curiga. “Bantuan apa?”

Raffa menyandarkan diri di kusen pintu. “Aku lumayan ahli soal perbaikan kecil. Kalau kamu mau, aku bisa coba lihat.”

Hana ragu. Di satu sisi, ia tidak ingin berutang budi pada Raffa. Tapi di sisi lain, apartemennya sudah berubah jadi kolam renang mini.

“Baiklah,” jawabnya akhirnya. “Tapi jangan harap aku akan berterima kasih berlebihan.”

“Tenang aja. Aku bantu bukan buat itu,” kata Raffa dengan senyum misterius.

Misi Perbaikan

Raffa masuk ke dapur Hana dan mulai memeriksa pipa. Ia melepas hoodie-nya, menyisakan kaos oblong hitam yang membuat lengan berototnya terlihat jelas. Hana berusaha untuk tidak terlalu memperhatikan, tapi sulit mengabaikan bahwa tetangganya ini ternyata cukup… menarik, kalau tidak menyebalkan.

“Ini masalahnya di sini,” kata Raffa sambil menunjuk sambungan pipa yang bocor. “Ada karet penutup yang longgar. Aku bisa coba kencangkan sementara.”

Dengan sigap, Raffa membuka tas kecil yang ternyata berisi alat-alat seperti tang, obeng, dan gulungan isolasi pipa. Hana hanya bisa berdiri di belakangnya, merasa sedikit canggung.

“Kamu selalu bawa alat-alat ini?” tanya Hana akhirnya, mencoba memecah keheningan.

“Selalu,” jawab Raffa tanpa menoleh. “Kamu nggak tahu kapan butuh memperbaiki sesuatu.”

“Aku nggak tahu kamu tipe yang praktis,” gumam Hana pelan.

Raffa terkekeh. “Ada banyak hal yang kamu nggak tahu soal aku, Mbak Hana.”

Hana mendengus pelan. “Dan aku nggak tertarik tahu.”

Raffa tidak menjawab, hanya fokus pada pekerjaannya. Setelah beberapa menit, ia berdiri dan membersihkan tangannya dengan lap.

“Sudah selesai. Bocornya harusnya berhenti sekarang.”

Hana mendekat untuk memeriksa. Air memang tidak lagi mengalir, dan lantai dapurnya perlahan mengering.

“Terima kasih,” katanya akhirnya, meskipun terasa berat di lidah.

Raffa tersenyum lebar. “Nggak usah sungkan. Kalau ada apa-apa lagi, tinggal panggil aku.”

“Aku harap nggak akan ada lagi,” balas Hana sambil mengantar Raffa keluar.

Namun, sebelum pria itu pergi, ia berhenti sejenak di ambang pintu.

“Ngomong-ngomong, aku ada saran.”

“Apa lagi sekarang?”

“Besok, kalau pipa ini masih bocor lagi sebelum petugas datang, aku sedia ember di apartemen. Kamu tahu harus cari aku, kan?”

Hana menutup pintu dengan keras, mendengar tawa kecil Raffa di lorong.

Keanehan yang Baru

Malam harinya, Hana mencoba untuk melupakan kejadian hari itu. Tapi otaknya terus memutar ulang percakapan dengan Raffa. Ada sesuatu yang mengganggu, entah kenapa ia tidak bisa menghapus bayangan senyuman pria itu dari pikirannya.

“Kenapa aku malah mikirin dia?” gumamnya sambil menepuk kepala sendiri.

Namun, pikirannya kembali ke realitas ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan itu dari Raffa.

Raffa: “Wastafel aman, kan? Kalau ada apa-apa, jangan sungkan.”

Hana mengetik balasan cepat: “Aman. Jangan ganggu aku.”

Tapi beberapa saat setelah mengirimnya, Hana merasa sedikit bersalah.

Raffa: “Siap, Mbak Hana yang galak. Selamat malam :)”

Hana mendengus, lalu meletakkan ponselnya di meja. Tapi di balik kekesalannya, ada sedikit senyum kecil yang tidak bisa ia tahan.

Sebuah Pertanyaan Baru

Di tempat tidurnya, Hana merenung. Apa mungkin Raffa tidak seburuk yang ia pikirkan? Pria itu memang menyebalkan, tapi ada sisi lain yang, kalau dipikir-pikir, cukup menenangkan.

Namun, sebelum pikirannya melayang lebih jauh, Hana segera menyelimuti dirinya dan memaksa dirinya untuk tidur.

“Dia tetap tetangga paling menyebalkan,” gumamnya, meskipun dalam hati ia tahu, perasaannya mulai berubah.

Tidak ada komentar:

Featured Post

Novel: "Behind The Rain" Bab 4: Bukan Salah Siapa-siapa (Tapi Tetap Menyebalkan)

Bab 4: Bukan Salah Siapa-siapa (Tapi Tetap Menyebalkan) Behind The Rain Hari itu, apartemen Hana mendadak terasa seperti zona perang. Bukan ...