Senin, Agustus 18, 2025

novel "Behind The Rain" Bab 5: Masalah di Kelas Memasak

 Bab 5: Masalah di Kelas Memasak

Minggu pagi itu, Hana memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sudah lama ingin ia coba: mengikuti kelas memasak. Ia menemukan kelas tersebut di sebuah studio kuliner kecil di lantai bawah apartemennya.

“Aku harus bisa masak sesuatu yang lebih dari sekadar mie instan,” gumam Hana sambil mendaftar ke kelas yang bertema “Makanan Penutup Elegan untuk Pemula.”

Setelah mengenakan celemek, ia memasuki ruangan yang penuh dengan meja panjang, bahan-bahan segar, dan orang-orang yang tampak antusias. Semua terlihat sempurna sampai seorang peserta baru masuk ke ruangan.

Dan siapa lagi kalau bukan Raffa.

Hana langsung terbelalak. “Kamu ngapain di sini?”

Raffa yang juga mengenakan celemek hanya menyeringai santai. “Ikut kelas memasak, sama kayak kamu. Kenapa?”

“Kamu nggak punya hal lain yang lebih penting?”

Raffa mengangkat bahu. “Aku nggak tahu, belajar masak rasanya penting, kan? Lagi pula, aku sering pesan makanan online. Mungkin ini cara hemat buat makan enak.”

Hana mendengus. “Kamu pasti salah masuk kelas. Ini kelas makanan penutup, bukan kelas bikin mie goreng.”

Raffa terkekeh. “Makanya aku di sini. Biar nambah ilmu.”

Pengajar kelas, seorang wanita paruh baya bernama Bu Ratna, segera meminta semua peserta untuk mengambil posisi di meja masing-masing. Hana mencoba mengabaikan Raffa yang kebetulan berdiri tepat di meja sebelahnya.

Kekacauan di Dapur Mini

Kelas dimulai dengan pembuatan chocolate molten cake, hidangan pencuci mulut klasik yang tampak sederhana, tapi ternyata cukup rumit.

Hana, yang dikenal perfeksionis, mengikuti setiap langkah dengan teliti. Ia mencatat instruksi, mengukur bahan dengan presisi, dan memastikan semuanya berjalan lancar.

Sebaliknya, Raffa tampak seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk dapur. Ia mencampur bahan tanpa membaca instruksi, menumpahkan cokelat cair ke meja, dan bahkan hampir menumpahkan gula ke lantai.

“Mas Raffa, tolong lebih hati-hati,” tegur Bu Ratna sambil tersenyum sabar.

Raffa hanya tertawa kecil. “Maaf, Bu. Saya belum terbiasa.”

Hana menghela napas panjang. “Kamu benar-benar nggak cocok di sini.”

Raffa menoleh ke arah Hana sambil tersenyum jahil. “Kamu yang terlalu serius. Masak itu soal seni, bukan matematika.”

“Seni juga butuh aturan,” balas Hana sambil memutar matanya.

Namun, meskipun ia kesal, Hana tidak bisa menahan diri untuk memperhatikan bagaimana Raffa dengan penuh semangat mencoba meskipun hasilnya kacau. Ada sesuatu yang aneh dan… sedikit menggemaskan dalam caranya berusaha.

Ketika Kekacauan Meninggalkan Bekas

Setelah sekitar satu jam, semua peserta diminta memanggang adonan mereka di oven. Hana yakin bahwa miliknya akan sempurna. Sebaliknya, Raffa bahkan tidak yakin apakah adonannya bisa mengeras.

Ketika saatnya tiba untuk mengeluarkan hasil masing-masing, Hana tersenyum puas melihat molten cake-nya yang mengilap dan harum.

Sementara itu, Raffa mengeluarkan sesuatu yang lebih mirip dengan bola cokelat gosong.

“Apa ini?” gumamnya sambil menatap kue buatannya dengan bingung.

Hana tidak bisa menahan tawa. “Itu namanya bencana.”

Raffa ikut tertawa kecil. “Ya, tapi setidaknya aku mencoba.”

Namun, yang mengejutkan Hana adalah ketika Raffa menawarkan potongan kecil dari kue gosongnya padanya.

“Coba ini, siapa tahu enak,” katanya sambil menyodorkan sendok kecil.

Hana mengerutkan dahi. “Kamu serius?”

“Kenapa nggak? Mungkin kelihatannya nggak bagus, tapi rasanya bisa aja mengejutkan.”

Setelah ragu beberapa detik, Hana akhirnya mencicipi sedikit.

“Hmmm…” Hana merenung. “Nggak terlalu buruk, sih. Tapi masih jauh dari enak.”

Raffa tertawa. “Berarti aku harus ikut kelas lagi. Barangkali kita bisa jadi partner?”

Hana melotot. “Tidak mungkin!”

Kejutan Manis di Akhir Kelas

Ketika kelas selesai, semua peserta diperbolehkan membawa pulang hasil karya mereka. Hana membawa molten cake-nya dengan bangga, sementara Raffa hanya membawa sekotak kecil adonannya yang gagal.

Namun, sebelum mereka berpisah, Raffa memanggil Hana.

“Eh, Mbak Hana,” katanya sambil menyerahkan sekotak kecil cokelat yang ia beli dari pengajar.

“Apa ini?” tanya Hana, bingung.

“Karena kamu nggak mungkin mau makan kue gosongku, ini gantinya. Anggap aja ucapan terima kasih karena udah nggak marah-marah selama kelas.”

Hana menatap kotak itu dengan ragu, tapi akhirnya menerimanya. “Terima kasih, aku rasa.”

Raffa tersenyum lebar. “Sama-sama. Sampai ketemu lagi di kelas berikutnya!”

Hana hanya mendengus, tapi dalam hati, ia merasa ada sesuatu yang sedikit berubah. Raffa memang menyebalkan, tapi kali ini, ia merasa bahwa mungkin ada sisi lain dari pria itu yang layak untuk dikenali.

Featured Post

Novel "Behind The Rain" Bab 6 : Undangan Tak Terduga

  Bab 6: Undangan Tak Terduga Hari itu, Hana baru saja selesai membereskan pekerjaannya saat sebuah pesan muncul di grup penghuni aparteme...