BALADA TELUR MATA SAPI

Hari ini aku hanya ingin bernyanyi. Bernyanyi lagu ciptaanku sendiri yang aku beri judul “Balada Telur Mata Sapi”. Haa…Kalian pasti bingung bagaimana lirik dan notasi tangga lagunya?. Akupun sama seperti kalian, aku bingung mengepreksikan rasa yang ada didalam diriku. Karena yang ada dihadapanku kali ini hanya sebutir telur mata sapi dengan nasi yang sudah dingin. Sepintas melintas dipikiranku bertanya-tanya mengapa ini disebut telur mata sapi? Padahal yang kawin itu ayam, yang bertelur juga ayam, dan yang mengerami juga ayam lantas mengapa berubah menjadi telur mata sapi. Aaaaahhhh…. Ada ada saja otak ini, telur ya telur, sapi ya sapi. Telur mata sapi hanyalah istilah yang mungkin aku lebih kenal dengan telur ceplok. Iya telur ceplok, makanan yang paling mudah dan sederhana. Itulah yang aku lihat, makanan dengan label untuk rakyat sederhana seperti aku. Dia juga termasuk salah satu bahan makanan pokok yang tidak pernah absen dari sekantong plastik bantuan pemerintah. Itupun sudah menjadi rebutan, banyak yang rela mengantri, berdesak-desakan bahkan tak jarang yang menggerutu karena namanya tidak tercatat dilembar kertas berlogo khas seperti disurat-surat identitas formal yang aku miliki.

Tak terasa telur mata sapi dengan nasi yang sudah dingin itu sudah mulai habis aku lahap. Ditemani dengan siaran berita di TV berukuran 14 inc berbentuk tabung milik sebuah warung kopi yang aku singgahi. Dengan memesan segelas kopi aku sudah bisa beristirahat sambil menyantap bekalku. Mungkin ada sedikit rasa malu, tapi rasa itu kalah dengan lapar yang saat ini aku rasakan. Aku potong telur mata sapi tanpa rasa bersalah aku masukkan kerongga mulutku tanpa ampun disusul nasi dan begitu terus sampai tak tersisa lagi, tak peduli dengan laki-laki tua yang saat itu duduk tepat didepanku sambil asik menyeruput kopi dan sebatang rokok terapit diantara dua jari. “asuu, asuu …wong edan”, suaranya lantang dan Nampak kesal sekali. Pandanganku langsung ku arahkan ke TV yang gambarnya sudah tak beraturan lagi. Jelas sekali sang penyiar sedang menyiarkan minyak goreng yang dikorupsi oleh tuannya sendiri. Pantas saja pak tua itu begitu kesal. Ia menggerutu dengan bahasa daerahnya, entah apa yang ia katakan sedikitpun aku tak mengerti. Aku hanya mengernyitkan dahi dan sedikit melemparkan senyum ke arahnya. “jaman saiki, sing kaya tambah kaya, sing miskin tambah miskin, wong edaaan wong edaan”. Lanjutnya sambil asik menghisap sebatang kretek yang sedari tadi aku lihat habis dimakan angin.

 Melihat berita itu dibenakku timbul rasa kasihan. Ya, rasa kasihan pada si minyak goreng, dia dikhianati tuannya sendiri. Seketika aku jadi teringat telur mata sapi yang sudah habis aku lahap tadi. Telur mata sapi dan minyak goreng keduanya tidak bisa dipisahkan, mereka memiliki jalinan persahabatan. Telur mungkin tidak akan menjadi mata sapi jika tidak dibantu oleh si minyak goreng. Hubungan mereka sangat erat dan saling bergantungan satu sama lain. Dan hebatnya mereka tidak pernah saling menghianati, tidak seperti minyak goreng dengan tuannya tadi. Aku sampai tersenyum sendiri, sampai sejauh itu aku berhalusinasi mana mungkin telur mata sapi bersedih dia sendiri tidak memiliki perasaan. Berbeda dengan aku, tiap jam, menit dan detik perasaan ku selalu berubah-ubah. Kadang positif dan kadang negatif mereka saling tarik-menarik, dorong-mendorong dan pada akhirnya yang kuat imanlah yang akan menang. Orang yang tidak memiliki iman yang kuat pasti akan mudah sekali tergoda melakukan hal-hal tak baik. Tidak bisa dipungkiri memang, aku sebagai manusia kerap kali memiliki keinginan yang tidak terbatas. Ingin ini, ingin itu, yang terkadang keinginan itu bertolak belakang dengan kemampuan yang aku miliki. Aahhh… semua itu sebenarnya datang dari diri sendiri, atau mungkin karena kurang rasa bersyukur dan akhirnya terjerumus seperti si tuan dalam siaran berita tadi. Karena orang tamak selalu memiliki hasrat menambah harta dan kekayaannya walau harus merugikan orang lain. “yo wis mbae, piro?” pak tua sudah mulai bangun dari duduknya dengan menyisakan ampas kopi digelas kaca yang sudah Nampak tak bening lagi. Akupun tak jauh beda telur mata sapi ku sudah tak ada sisa, kopipun hanya meninggalkan ampas. Sudah waktunya aku harus lanjut bekerja.

Alamak… semenjak tersiar di TV seketika itu juga minyak goreng menjadi sangat terkenal. semua orang mulai membicarakannya, diteras rumah, warung kelontong, pasar dan bahkan perkantoran. Orang-orang juga mulai mencarinya. karena sejak berita tersiar minyak goreng perlahan mulai menghilang, sekalipun ada ia jual dirinya dengan sangat mahal. Ibu-ibu berteriak, tukang gorengan berteriak, dan semua orang berteriak. Aku membayangkan, minyak goreng semakin dielu-elukan apa mungkin ia masih mau bersahabat dengan telur mata sapi? Dan bagaimana perasaan telur mata sapi? Melihat sahabatnya dibicarakan seantero negeri ini. Jika itu benar terjadi telur mata sapi pasti sangat bersedih. Ada-ada saja fenomena di negeri ini.

bersambung .......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL PENGAJUAN DANA SEKOLAH SEPAK BOLA SSB

CONTOH AD/ART SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) GMK Junior